Presiden
Pertama, Ir. Soekarno (1945-1966)
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang
biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan
meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo
dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan
dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati,
Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu,
sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko
Nemoto mempunyai anak Kartika.
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama
orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya,
indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri
Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School).
Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya.
Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische
Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil
meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan
mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan
Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin,
Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam
pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan
Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga
pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno
bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali
ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian
dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung
Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan
tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam
sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden
Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila
yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun
bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika
di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik
hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR
mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang
pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di
Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida
Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”
Presiden
Kedua, Soeharto (1966-19980)
Soeharto
adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta,
tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga
sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama
Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun,
tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean.
Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah
rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke
Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan
Prawirowihardjo, seorang mantri tani.
Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di
Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi
anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti
Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkimpoian Letkol Soeharto dan Siti Hartinah
dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26
tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti
Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati
Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan
panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto
memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan
resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya
merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau
juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah
menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto
mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad,
Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan
Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden
Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan
ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah
meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto
sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak
Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia
mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10
WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi
penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87
tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah
Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.
Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan
Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1).
Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang
wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP
Jakarta akibat kegagalan multi organ.
Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden
Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8,
Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah
kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek
mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana,
mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.
Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan
masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak
Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah
mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu
(27/1).
Seementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono
didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri yang tengah
mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan
mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta,
Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya
mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.
Presiden
Ketiga, Habibie (1998-1999)
Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf
Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Beliau
merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil
Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri
Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu
Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya
di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah
ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang
kuda ini, harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950
karena terkena serangan jantung. Tak lama setelah bapaknya meninggal, Habibie
pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di
SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya, terutama dalam
pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolahnya.
Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk
Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang ITB). Beliau mendapat gelar Diploma
dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 yang kemudian mendapatkan gekar
Doktor dari tempat yang sama tahun 1965. Habibie menikah tahun 1962, dan
dikaruniai dua orang anak. Tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar)
pada Institut Teknologi Bandung.
Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh
kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat
dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van Karman Award,
itu kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie
hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor
konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu
bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi
panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara
Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR
menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi
Presiden RI menggantikan Soeharto. Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu
kepada Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa
pula lengser akibat refrendum Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato
Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun kembali menjadi warga negara
biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman.
Sebagian Karya beliau dalam menghitung dan mendesain
beberapa proyek pembuatan pesawat terbang :
* VTOL (
Vertical Take Off & Landing ) Pesawat Angkut DO-31.
* Pesawat Angkut Militer TRANSALL C-130.
* Hansa Jet 320 ( Pesawat Eksekutif ).
* Airbus A-300 ( untuk 300 penumpang )
* CN – 235
* N-250
* dan secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam menghitung dan mendesain:
• Helikopter BO-105.
• Multi Role Combat Aircraft (MRCA).
• Beberapa proyek rudal dan satelit.
* Pesawat Angkut Militer TRANSALL C-130.
* Hansa Jet 320 ( Pesawat Eksekutif ).
* Airbus A-300 ( untuk 300 penumpang )
* CN – 235
* N-250
* dan secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam menghitung dan mendesain:
• Helikopter BO-105.
• Multi Role Combat Aircraft (MRCA).
• Beberapa proyek rudal dan satelit.
Sebagian
Tanda Jasa/Kehormatannya :
* 1976 –
1998 Direktur Utama PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara/ IPTN.
* 1978 – 1998 Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
* Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi / BPPT
* 1978 – 1998 Direktur Utama PT. PAL Indonesia (Persero).
* 1978 – 1998 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam/ Opdip Batam.
* 1980 – 1998 Ketua Tim Pengembangan Industri Pertahanan Keamanan (Keppres No. 40, 1980)
* 1983 – 1998 Direktur Utama, PT Pindad (Persero).
* 1988 – 1998 Wakil Ketua Dewan Pembina Industri Strategis.
* 1989 – 1998 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis/ BPIS.
* 1990 – 1998 Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-lndonesia/lCMI.
* 1993 Koordinator Presidium Harian, Dewan Pembina Golkar.
* 10 Maret – 20 Mei 1998 Wakil Presiden Republik Indonesia
* 21 Mei 1998 – Oktober 1999 Presiden Republik Indonesia
* 1978 – 1998 Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
* Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi / BPPT
* 1978 – 1998 Direktur Utama PT. PAL Indonesia (Persero).
* 1978 – 1998 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam/ Opdip Batam.
* 1980 – 1998 Ketua Tim Pengembangan Industri Pertahanan Keamanan (Keppres No. 40, 1980)
* 1983 – 1998 Direktur Utama, PT Pindad (Persero).
* 1988 – 1998 Wakil Ketua Dewan Pembina Industri Strategis.
* 1989 – 1998 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis/ BPIS.
* 1990 – 1998 Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-lndonesia/lCMI.
* 1993 Koordinator Presidium Harian, Dewan Pembina Golkar.
* 10 Maret – 20 Mei 1998 Wakil Presiden Republik Indonesia
* 21 Mei 1998 – Oktober 1999 Presiden Republik Indonesia
Presiden
Keempat, Abdurrahman Wahid (1999-2001)
Gus Dur
adalah putra pertama dari enam bersaudara yang dilahirkan di Denanyar Jombang
Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus 1940. Secara genetik Gus Dur adalah keturunan
“darah biru”. Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim adalah putra K.H. Hasyim Asy’ari,
pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU)-organisasi massa Islam terbesar di
Indonesia-dan pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang. Ibundanya, Ny. Hj. Sholehah
adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Kakek
dari pihak ibunya ini juga merupakan tokoh NU, yang menjadi Rais ‘Aam PBNU
setelah K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Dengan demikian, Gus Dur merupakan cucu
dari dua ulama NU sekaligus, dan dua tokoh bangsa Indonesia.
Pada tahun 1949, ketika clash dengan pemerintahan
Belanda telah berakhir, ayahnya diangkat sebagai Menteri Agama pertama,
sehingga keluarga Wahid Hasyim pindah ke Jakarta. Dengan demikian suasana baru
telah dimasukinya. Tamu-tamu, yang terdiri dari para tokoh-dengan berbagai
bidang profesi-yang sebelumnya telah dijumpai di rumah kakeknya, terus
berlanjut ketika ayahnya menjadi Menteri agama. Hal ini memberikan pengalaman
tersendiri bagi seorang anak bernama Abdurrahman Wahid. Secara tidak langsung,
Gus Dur juga mulai berkenalan dengan dunia politik yang didengar dari kolega
ayahnya yang sering mangkal di rumahnya.
Sejak masa kanak-kanak, ibunya telah ditandai berbagai
isyarat bahwa Gus Dur akan mengalami garis hidup yang berbeda dan memiliki
kesadaran penuh akan tanggung jawab terhadap NU. Pada bulan April 1953, Gus Dur
pergi bersama ayahnya mengendarai mobil ke daerah Jawa Barat untuk meresmikan
madrasah baru. Di suatu tempat di sepanjang pegunungan antara Cimahi dan
Bandung, mobilnya mengalami kecelakaan. Gus Dur bisa diselamatkan, akan tetapi
ayahnya meninggal. Kematian ayahnya membawa pengaruh tersendiri dalam
kehidupannya.
Dalam kesehariannya, Gus Dur mempunyai kegemaran
membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu ia juga
aktif berkunjung keperpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun Gus
Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku yang
agak serius. Karya-karya yang dibaca oleh Gus Dur tidak hanya cerita-cerita,
utamanya cerita silat dan fiksi, akan tetapi wacana tentang filsafat dan
dokumen-dokumen manca negara tidak luput dari perhatianya. Di samping membaca,
tokoh satu ini senang pula bermain bola, catur dan musik. Dengan demikian,
tidak heran jika Gus Dur pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di
televisi. Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton
bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film.
Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri
Festival Film Indonesia.
Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di
Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan
mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren
Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat
ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah
anak Haji Muh. Sakur. Perkimpoiannya dilaksanakan ketika ia berada di Mesir.
Pengalaman Pendidikan
Pertama kali belajar, Gus Dur kecil belajar pada sang
kakek, K.H. Hasyim Asy’ari. Saat serumah dengan kakeknya, ia diajari mengaji
dan membaca al-Qur’an. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca al-Qur’an.
Pada saat sang ayah pindah ke Jakarta, di samping belajar formal di sekolah,
Gus Dur masuk juga mengikuti les privat Bahasa Belanda. Guru lesnya bernama
Willem Buhl, seorang Jerman yang telah masuk Islam, yang mengganti namanya
dengan Iskandar. Untuk menambah pelajaran Bahasa Belanda tersebut, Buhl selalu
menyajikan musik klasik yang biasa dinikmati oleh orang dewasa. Inilah pertama
kali persentuhan Gu Dur dengan dunia Barat dan dari sini pula Gus Dur mulai
tertarik dan mencintai musik klasik.
Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Gus Dur dikirim
orang tuanya untuk belajar di Yogyakarta. Pada tahun 1953 ia masuk SMEP
(Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan, sambil mondok di pesantren
Krapyak. Sekolah ini meskipun dikelola oleh Gereja Katolik Roma, akan tetapi
sepenuhnya menggunakan kurikulum sekuler. Di sekolah ini pula pertama kali Gus
Dur belajar Bahasa Inggris. Karena merasa terkekang hidup dalam dunia
pesantren, akhirnya ia minta pindah ke kota dan tinggal di rumah Haji Junaidi,
seorang pimpinan lokal Muhammadiyah dan orang yang berpengaruh di SMEP.
Kegiatan rutinnya, setelah shalat subuh mengaji pada K.H. Ma’shum Krapyak,
siang hari sekolah di SMEP, dan pada malam hari ia ikut berdiskusi bersama
dengan Haji Junaidi dan anggota Muhammadiyah lainnya.
Setamat dari SMEP Gus Dur melanjutkan belajarnya di
Pesantren Tegarejo Magelang Jawa Tengah. Pesantren ini diasuh oleh K.H.
Chudhari, sosok kyai yang humanis, saleh dan guru dicintai. Kyai Chudhari
inilah yang memperkenalkan Gus Dur dengan ritus-ritus sufi dan menanamkan
praktek-praktek ritual mistik. Di bawah bimbingan kyai ini pula, Gus Dur mulai
mengadakan ziarah ke kuburan-kuburan keramat para wali di Jawa. Pada saat masuk
ke pesantren ini, Gus Dur membawa seluruh koleksi buku-bukunya, yang membuat
santri-santri lain terheran-heran. Pada saat ini pula Gus Dur telah mampu menunjukkan
kemampuannya dalam berhumor dan berbicara. Dalam kaitan dengan yang terakhir
ini ada sebuah kisah menarik yang patut diungkap dalam paparan ini adalah pada
acara imtihan-pesta akbar yang diselenggarakan sebelum puasa pada saat
perpisahan santri yang selesai menamatkan belajar-dengan menyediakan makanan
dan minuman dan mendatangkan semua hiburan rakyat, seperti: Gamelan, tarian
tradisional, kuda lumping, jathilan, dan sebagainya. Jelas, hiburan-hiburan
seperti tersebut di atas sangat tabu bagi dunia pesantren pada umumnya. Akan
tetapi itu ada dan terjadi di Pesantren Tegalrejo.
Setelah menghabiskan dua tahun di pesantren Tegalrejo,
Gus Dur pindah kembali ke Jombang, dan tinggal di Pesantren Tambak Beras. Saat
itu usianya mendekati 20 tahun, sehingga di pesantren milik pamannya, K.H.
Abdul Fatah, ia menjadi seorang ustadz, dan menjadi ketua keamanan. Pada usia
22 tahun, Gus Dur berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, yang
kemudian diteruskan ke Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas al-Azhar.
Pertama kali sampai di Mesir, ia merasa kecewa karena tidak dapat langsung
masuk dalam Universitas al-Azhar, akan tetapi harus masuk Aliyah (semacam
sekolah persiapan). Di sekolah ia merasa bosan, karena harus mengulang mata
pelajaran yang telah ditempuhnya di Indonesia. Untuk menghilangkan kebosanan,
Gus Dur sering mengunjungi perpustakaan dan pusat layanan informasi Amerika
(USIS) dan toko-toko buku dimana ia dapat memperoleh buku-buku yang
dikehendaki.
Meski demikian, semangat belajar Gus Dur tidak surut.
Buktinya pada tahun 1979 Gus Dur ditawari untuk belajar ke sebuah universitas
di Australia guna mendapatkkan gelar doktor. Akan tetapi maksud yang baik itu
tidak dapat dipenuhi, sebab semua promotor tidak sanggup, dan menggangap bahwa
Gus Dur tidak membutuhkan gelar tersebut.
Perjalanan Karir
Sepulang dari pegembaraanya mencari ilmu, Gus Dur
kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, tokoh muda ini
bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian
ia menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur
mulai menjadi penulis. Ia kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan
kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai
mendapat perhatian banyak. Djohan Efendi, seorang intelektual terkemuka pada
masanya, menilai bahwa Gus Dur adalah seorang pencerna, mencerna semua
pemikiran yang dibacanya, kemudian diserap menjadi pemikirannya tersendiri.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf
Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi
sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara
sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam
maupun luar negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula
ia merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur
dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam
diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan politik
dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin. Gus Dur semakin
serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan,
politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap ‘menyimpang’-dalam
kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang
cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn
1983. Ia juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986,
1987.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh
sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi yang diketuai K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk
menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan
tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta
(1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU
kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Meskipun sudah
menjadi presiden, ke-nyleneh-an Gus Dur tidak hilang, bahkan semakin diketahui
oleh seluruh lapisan masyarakat. Dahulu, mungkin hanya masyarakat tertentu,
khususnya kalangan nahdliyin yang merasakan kontroversi gagasannya. Sekarang
seluruh bangsa Indonesia ikut memikirkan kontroversi gagasan yang dilontarkan
oleh K.H. Abdurrahman Wahid.
Presiden
Kelima, Megawati (2001-2004)
Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta,
23 Januari 1947. Sebelum diangkat sebagai presiden, beliau adalah Wakil
Presiden RI yang ke-8 dibawah pemerintahan Abdurrahman Wahid. Megawati adalah
putri sulung dari Presiden RI pertama yang juga proklamator, Soekarno dan
Fatmawati. Megawati, pada awalnya menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang
TNI AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan
Mohammad Rizki Pratama.
Pada suatu
tugas militer, tahun 1970, di kawasan Indonesia Timur, pilot Surendro bersama
pesawat militernya hilang dalam tugas. Derita tiada tara, sementara anaknya
masih kecil dan bayi. Namun, derita itu tidak berkepanjangan, tiga tahun
kemudian Mega menikah dengan pria bernama Taufik Kiemas, asal Ogan Komiring
Ulu, Palembang. Kehidupan keluarganya bertambah bahagia, dengan dikaruniai
seorang putri Puan Maharani. Kehidupan masa kecil Megawati dilewatkan di Istana
Negara. Sejak masa kanak-kanak, Megawati sudah lincah dan suka main bola
bersama saudaranya Guntur. Sebagai anak gadis, Megawati mempunyai hobi menari
dan sering ditunjukkan di hadapan tamu-tamu negara yang berkunjung ke Istana.
Wanita bernama lengkap Dyah Permata Megawati
Soekarnoputri ini memulai pendidikannya, dari SD hingga SMA di Perguruan
Cikini, Jakarta. Sementara, ia pernah belajar di dua Universitas, yaitu
Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972). Kendati lahir dari keluarga
politisi jempolan, Mbak Mega — panggilan akrab para pendukungnya — tidak
terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah
mata oleh teman dan lawan politiknya. Beliau bahkan dianggap sebagai pendatang
baru dalam kancah politik, yakni baru pada tahun 1987. Saat itu Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif
dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara.
Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau
telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik.
Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona
dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil.
Suara untuk PDI naik. Dan beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada
tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat.
Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya
tidak terasa. Tampaknya, Megawati tahu bahwa beliau masih di bawah tekanan.
Selain memang sifatnya pendiam, belaiu pun memilih untuk tidak menonjol
mengingat kondisi politik saat itu. Maka belaiu memilih lebih banyak melakukan
lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent
operation, itu secara langsung atau tidak langsung, telah memunculkan terbitnya
bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua
Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah pada saat itu.
Proses naiknya Mega ini merupakan cerita menarik pula.
Ketika itu, Konggres PDI di Medan berakhir tanpa menghasilkan keputusan
apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan Soerjadi. Lantas,
dilanjutkan dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Surabaya. Pada
kongres ini, nama Mega muncul dan secara telak mengungguli Budi Hardjono,
kandidat yang didukung oleh pemerintah itu. Mega terpilih sebagai Ketua Umum
PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah
Nasional PDI di Jakarta.
Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah.
Karena itu, dalam perjalanan berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan
mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs, atas dukungan
pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, untuk
menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah ditaklukkan. Karena Mega
dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres Medan. Mega teguh menyatakan
dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro,
sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega. Para
pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha
mempertahankan kantor itu.
Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman
akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu. Ancaman itu kemudian menjadi
kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut
kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah
Mega. Malah, dia makin memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik
yang amat telanjang terhadap Mega itu, menundang empati dan simpati dari
masyarakat luas.
Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI
pimpinan Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan
mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang
sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim
Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik
berlambang banteng gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu
1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu
menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader
partai lainnya. Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah.
Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan
untuk kemudian pada waktunya memantapkan Mega pada posisi sebagai orang nomor
satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001
anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5
menggantikan KH Abdurrahman Wahid. Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober
2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri sebagai
presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun, beliau gagal
untuk kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang
akhirnya menjadi Presiden RI ke-6.
Presiden
Keenam, Soesilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6.
Berbeda dengan presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang
dipilih secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran II 20
September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini lahir
di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama Kristiani Herawati, merupakan
putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo.
Pensiunan jenderal berbintang empat ini adalah anak
tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun
dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu. Sementara ibunya, Sitti Habibah,
putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas. Beliau dikaruniai dua orang putra
yakni Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi SBY,
lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa)
dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara, Magelang
yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling
menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima, beliau untuk
pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN),
Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri. SBY
masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah
idola bagi anak-anak Kota Pacitan. Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin
keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara
dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah
lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak langsung
masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10
November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan
Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di
PGSLP Malang itu, beliau mempersiapkan diri untuk masuk Akabri. Tahun 1970,
akhirnya masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan
akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard
Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan
Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat lulusan terbaik
Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and
Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced
Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate,
Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan
Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung
(1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas,
AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS. Perjalanan
karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif
Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri
Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung
sekitar 30 prajurit.
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga
batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki
nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah Batalyon
Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara
328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak. Kefasihan
berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara
(airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan
Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah
air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud
305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun
memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.
Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan
Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau
ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978),
Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD
(1981-1982). Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan
sekolah ke Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga 1983, beliau mengikuti
Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek
kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983.
Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon
Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus Komando Batalyon, 1985. Pada
saat bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam
IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum
mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung
dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen
Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad)
dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat.
Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI
untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat
(1993).
Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur,
diangkat menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17
Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard Ryacudu. Kemudian
menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam
IV/Diponegoro (1995). Tak lama kemudian, SBY dipercaya bertugas ke Bosnia
Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). Beliau menjabat sebagai Kepala
Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United Nation Protection Force)
yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan
kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah
kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996).
Kemudian menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua
Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum
menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).
Sementara, langkah karir politiknya dimulai tanggal 27
Januari 2000, saat memutuskan untuk pensiun lebih dini dari militer ketika
dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan
Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan
posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam.
Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya
menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Tetapi pada 11 Maret 2004, beliau
memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam. Langkah pengunduran diri
ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya
ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Dan akhirnya, pada pemilu Presiden
langsung putaran kedua 20 September 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf
Kalla meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di
attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau dilantik menjadi
Presiden RI ke-6.
Berikut ini
data lengkap tentang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Nama : Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono
Nama : Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono
Lahir :
Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949
Agama :
Islam
Jabatan :
Presiden Republik Indonesia ke-6
Istri :
Kristiani Herawati, putri ketiga (Alm) Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo
Anak : Agus
Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono
Ayah :
Letnan Satu (Peltu) R. Soekotji
Ibu : Sitti
Habibah
Pendidikan :
* Akademi
Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
* American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
* Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
* Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
* On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
* Jungle Warfare School, Panama, 1983
* Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
* Kursus Komando Batalyon, 1985
* Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
* Command and General Staff College, Fort Leavenwort, Kansas, AS
* Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
* American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
* Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
* Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
* On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
* Jungle Warfare School, Panama, 1983
* Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
* Kursus Komando Batalyon, 1985
* Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
* Command and General Staff College, Fort Leavenwort, Kansas, AS
* Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
Karier :
* Dan Tonpan
Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
* Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
* Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
* Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
* Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
* Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
* Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
* Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
* Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
* Dosen Seskoad (1989-1992)
* Korspri Pangab (1993)
* Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
* Asops Kodam Jaya (1994-1995)
* Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
* Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
* Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
* Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
* Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
* Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
* Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
* Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid)
* Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri 11 Maret 2004
* Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
* Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
* Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
* Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
* Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
* Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
* Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
* Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
* Dosen Seskoad (1989-1992)
* Korspri Pangab (1993)
* Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
* Asops Kodam Jaya (1994-1995)
* Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
* Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
* Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
* Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
* Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
* Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
* Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
* Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid)
* Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri 11 Maret 2004
Alamat : Jl.
Alternatif Cibubur Puri Cikeas Indah No. 2 Desa Nagrag Kec. Gunung Putri Bogor
16967
Sumber :
unic77.tk