PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN
2005
TENTANG
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa
dalam rangka melaksanakan ketentuan
Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (4),
Pasal 37 ayat (3), Pasal 42 ayat (3),
Pasal 43 ayat (2), Pasal 59
ayat (3), Pasal
60 ayat (4),
dan Pasal 61
ayat (4) Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan
Nasional, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan;
Mengingat : 1. Pasal
5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Tahun
2003 Nomor 78 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4301);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang
dimaksud dengan:
1. Standar nasional
pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pendidikan formal
adalah jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi.
3. Pendidikan nonformal
adalah jalur pendidikan
di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
4. Standar kompetensi
lulusan adalah kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
5. Standar isi
adalah ruang lingkup
materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria
tentang kompetensi tamatan, kompetensi
bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
6. Standar proses
adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
7. Standar pendidik
dan tenaga kependidikan
adalah kriteria pendidikan prajabatan
dan kelayakan fisik
maupun mental, serta pendidikan
dalam jabatan.
8. Standar sarana
dan prasarana adalah
standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan kriteria
minimal tentang ruang belajar,
tempat berolahraga, tempat
beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja,
tempat bermain, tempat berkreasi
dan berekreasi, serta
sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran, termasuk
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
9. Standar
pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiatan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau
nasional agar tercapai efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
10. Standar pembiayaan adalah standar yang
mengatur komponen dan besarnya biaya
operasi satuan pendidikan
yang berlaku selama satu tahun.
11. Standar
penilaian pendidikan adalah
standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik.
12. Biaya
operasi satuan pendidikan
adalah bagian dari
dana pendidikan yang diperlukan
untuk membiayai kegiatan operasi satuan
pendidikan agar dapat
berlangsungnya kegiatan pendidikan yang
sesuai standar nasional
pendidikan secara teratur dan berkelanjutan.
13. Kurikulum
adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan
pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
14. Kerangka
dasar kurikulum adalah
rambu-rambu yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah ini
untuk dijadikan pedoman dalam
penyusunan kurikulum tingkat
satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.
15. Kurikulum
tingkat satuan pendidikan
adalah kurikulum operasional yang
disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
16. Peserta
didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan tertentu.
17. Penilaian
adalah proses pengumpulan
dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil
belajar peserta didik.
18. Evaluasi
pendidikan adalah kegiatan
pengendalian, penjaminan,
dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai
komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan.
19. Ulangan
adalah proses yang
dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik secara
berkelanjutan dalam proses pembelajaran,
untuk memantau kemajuan
dan perbaikan hasil belajar peserta didik .
20. Ujian
adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik sebagai
pengakuan prestasi belajar dan/atau
penyelesaian dari suatu
satuan pendidikan.
21. Akreditasi adalah
kegiatan penilaian kelayakan
program dan/atau satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan.
22. Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah
badan mandiri dan
independen yang bertugas mengembangkan, memantau
pelaksanaan, dan mengevaluasi standar
nasional pendidikan;
23. Departemen
adalah departemen yang
bertanggung jawab di bidang pendidikan;
24. Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan
yang selanjutnya disebut LPMP
adalah unit pelaksana teknis Departemen
yang berkedudukan di
provinsi dan bertugas
untuk membantu Pemerintah Daerah
dalam bentuk supervisi,
bimbingan, arahan, saran, dan
bantuan teknis kepada
satuan pendidikan dasar dan
menengah serta pendidikan
nonformal, dalam berbagai upaya
penjaminan mutu satuan
pendidikan untuk mencapai standar
nasional pendidikan;
25. Badan
Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disebut BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan
kelayakan program dan/atau
satuan pendidikan jenjang pendidikan
dasar dan menengah
jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
26. Badan
Akreditasi Nasional Pendidikan
Non Formal yang selanjutnya disebut BAN-PNF adalah
badan evaluasi mandiri yang menetapkan
kelayakan program dan/atau
satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan.
27. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
yang selanjutnya disebut BAN-PT adalah
badan evaluasi mandiri
yang menetapkan kelayakan program
dan/atau satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
28. Menteri
adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
BAB II
LINGKUP, FUNGSI, DAN
TUJUAN
Pasal 2
(1)
Lingkup Standar Nasional
Pendidikan meliputi:
a. standar isi;
b. standar proses;
c. standar kompetensi lulusan;
d. standar pendidik dan tenaga
kependidikan;
e. standar sarana dan prasarana;
f. standar pengelolaan;
g. standar pembiayaan;dan
h. standar penilaian pendidikan.
(2)
Untuk penjaminan dan pengendalian
mutu pendidikan sesuai dengan
Standar Nasional Pendidikan
dilakukan evaluasi, akreditasi,
dan sertifikasi.
(3)
Standar Nasional
Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional,
dan global.
Pasal 3
Standar
Nasional Pendidikan berfungsi
sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan pendidikan
dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Pasal 4
Standar
Nasional Pendidikan bertujuan
menjamin mutu pendidikan nasional
dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk
watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat.
BAB III
STANDAR ISI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1).
Standar isi mencakup
lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi
lulusan pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu.
(2).
Standar isi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat
kerangka dasar dan
struktur kurikulum, beban
belajar, kurikulum tingkat satuan
pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.
Bagian Kedua
Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum
Pasal 6
(1)
Kurikulum untuk
jenis pendidikan umum,
kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia;
b. kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika;
e. kelompok
mata pelajaran jasmani,
olah raga, dan kesehatan.
(2)
Kurikulum untuk jenis pendidikan keagamaan formal
terdiri atas kelompok mata pelajaran
yang ditentukan berdasarkan tujuan pendidikan keagamaan.
(3) Satuan pendidikan
nonformal dalam bentuk
kursus dan lembaga pelatihan
menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan.
(4) Setiap kelompok mata pelajaran
dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran
masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman
dan/atau penghayatan peserta didik.
(5) Semua
kelompok mata pelajaran
sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.
(6) Kurikulum dan
silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau
bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran
membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.
Pasal 7
(1) Kelompok mata
pelajaran agama dan
akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket
C, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian,
ilmu pengetahuan dan
teknologi, estetika, jasmani, olah
raga, dan kesehatan.
(2) Kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/ Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket
C, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan
budaya, dan pendidikan jasmani.
(3) Kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi pada SD/MI/
SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan
alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan
muatan lokal yang relevan.
(4) Kelompok
mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
atau bentuk lain
yang sederajat dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika,
ilmu pengetahuan alam,
ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan/atau teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
(5) Kelompok
mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB/Paket C,
atau bentuk lain
yang sederajat dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika,
ilmu pengetahuan alam,
ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta
muatan lokal yang relevan.
(6) Kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi pada SMK/MAK,
atau bentuk lain
yang sederajat dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan
alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan,
kejuruan, teknologi informasi
dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
(7) Kelompok mata pelajaran estetika pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/ MAK,
atau bentuk lain
yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, seni dan budaya, keterampilan,
dan muatan lokal yang relevan.
(8) Kelompok mata
pelajaran jasmani, olah
raga, dan kesehatan
pada SD/MI/SDLB/ Paket
A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket
C, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan pendidikan jasmani,
olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu
pengetahuan alam, dan
muatan lokal yang relevan.
Pasal 8
(1) Kedalaman
muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam
kompetensi pada setiap
tingkat dan/atau semester sesuai
dengan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar.
(3) Ketentuan mengenai
kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dikembangkan oleh BSNP dan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 9
(1) Kerangka dasar
dan struktur kurikulum
pendidikan tinggi dikembangkan oleh
perguruan tinggi yang
bersangkutan untuk setiap program studi.
(2) Kurikulum tingkat
satuan pendidikan tinggi
wajib memuat mata kuliah
pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,
dan Bahasa Inggris.
(3) Selain ketentuan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi program Sarjana dan Diploma
wajib memuat mata
kuliah yang bermuatan kepribadian, kebudayaan,
serta mata kuliah
Statistika, dan/atau Matematika.
(4) Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan
kedalaman muatan kurikulum
pendidikan tinggi diatur
oleh perguruan tinggi masing-masing.
Bagian Ketiga
Beban Belajar
Pasal 10
(1) Beban belajar
untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau
bentuk lain yang sederajat menggunakan
jam pembelajaran setiap
minggu setiap semester dengan
sistem tatap muka,
penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur,
sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing.
(2) MI/MTs/MA
atau bentuk lain
yang sederajat dapat menambahkan beban
belajar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk
kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia serta
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan
ciri khasnya.
(3) Ketentuan
mengenai beban belajar, jam
pembelajaran, waktu efektif tatap muka,
dan persentase beban
belajar setiap kelompok matapelajaran
ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
Pasal 11
(1) Beban belajar
untuk SMP/MTs/SMPLB, atau
bentuk lain yang sederajat
dapat dinyatakan dalam
satuan kredit semester (SKS).
(2) Beban belajar
untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK
atau bentuk lain yang
sederajat pada jalur
pendidikan formal kategori standar
dapat dinyatakan dalam
satuan kredit semester.
(3) Beban belajar
untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK
atau bentuk lain yang
sederajat pada jalur
pendidikan formal kategori
mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester.
(4) Beban
belajar minimal dan maksimal bagi satuan pendidikan yang menerapkan
sistem SKS ditetapkan
dengan Peraturan Menteri
berdasarkan usul dari BSNP.
Pasal 12
(1) Beban belajar
pada pendidikan kesetaraan
disampaikan dalam bentuk tatap
muka, praktek keterampilan,
dan kegiatan mandiri yang terstruktur sesuai dengan kebutuhan.
(2) Beban
belajar efektif per tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditentukan dengan
Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
Pasal 13
(1) Kurikulum
untuk SMP/MTs/SMPLB atau
bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain
yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk
lain yang sederajat
dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup.
(2) Pendidikan kecakapan
hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup
kecakapan pribadi, kecakapan
sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.
(3) Pendidikan kecakapan
hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan
(2) dapat merupakan
bagian dari pendidikan kelompok mata
pelajaran agama dan
akhlak mulia, pendidikan kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan
kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi,
kelompok mata pelajaran pendidikan estetika,
atau kelompok mata
pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(4) Pendidikan kecakapan
hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), (2), dan (3) dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang
bersangkutan atau dari
satuan pendidikan nonformal yang
sudah memperoleh akreditasi.
Pasal 14
(1) Kurikulum untuk
SMP/MTs/SMPLB atau bentuk
lain yang sederajat dan
kurikulum untuk SMA/MA/SMALB
atau bentuk lain yang
sederajat dapat memasukkan
pendidikan berbasis keunggulan lokal.
(2) Pendidikan berbasis
keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat
merupakan bagian dari pendidikan kelompok
mata pelajaran agama
dan akhlak mulia, pendidikan
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata
pelajaran estetika, atau
kelompok mata pelajaran
pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(3) Pendidikan berbasis
keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
dapat diperoleh peserta didik dari
satuan pendidikan yang
bersangkutan atau dari
satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
Pasal 15
(1) Beban
SKS minimal dan maksimal program pendidikan pada pendidikan tinggi
dirumuskan oleh BSNP
dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
(2) Beban SKS
efektif program pendidikan
pada pendidikan tinggi diatur
oleh masing-masing perguruan tinggi.
Bagian Keempat
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pasal 16
(1) Penyusunan kurikulum
pada tingkat satuan
pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan
menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
(2) Panduan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) berisi sekurang-kurangnya:
a.
Model-model kurikulum tingkat
satuan pendidikan untuk SD/MI/
SDLB/SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan
SMK/MAK pada jalur
pendidikan formal kategori standar;
b.
Model-model kurikulum tingkat
satuan pendidikan untuk SD/MI/
SDLB/SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan
SMK/MAK pada jalur
pendidikan formal kategori mandiri;
(3) Penyusunan kurikulum
pada tingkat satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar
dan menengah keagamaan berpedoman pada panduan yang
disusun oleh BSNP.
(4) Panduan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) berisi sekurang-kurangnya model-model
kurikulum satuan pendidikan keagamaan
jenjang pendidikan dasar
dan menengah.
(5) Model-model kurikulum
tingkat satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
dan (4) sekurang-kurangnya meliputi
model kurikulum tingkat
satuan pendidikan apabila menggunakan
sistem paket dan
model kurikulum tingkat satuan
pendidikan apabila menggunakan sistem
kredit semester.
Pasal 17
(1) Kurikulum tingkat
satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK,
atau bentuk lain yang
sederajat dikembangkan sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi
daerah/karakteristik daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
(2) Sekolah dan
komite sekolah, atau
madrasah dan komite madrasah, mengembangkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan dan
silabusnya berdasarkan kerangka
dasar kurikulum dan standar
kompetensi lulusan, di
bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan
untuk SD, SMP,
SMA, dan SMK,
dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk
MI, MTs, MA, dan MAK.
(3) Kurikulum tingkat
satuan pendidikan dan
silabusnya untuk program paket
A, B, dan
C ditetapkan oleh
dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di
bidang pendidikan
berdasarkan kerangka dasar
kurikulum sesuai dengan peraturan
pemerintah ini dan
standar kompetensi lulusan.
(4) Kurikulum tingkat
satuan pendidikan untuk setiap
program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan
tinggi dengan mengacu
Standar Nasional Pendidikan.
Bagian Kelima
Kalender Pendidikan/Akademik
Pasal 18
(1) Kalender pendidikan/kalender akademik
mencakup permulaan tahun ajaran,
minggu efektif belajar,
waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
(2) Hari libur
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu
minggu dan jeda antar semester.
(3) Kalender
pendidikan/akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk setiap satuan
pendidikan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
STANDAR PROSES
Pasal 19
(1) Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik.
(2) Selain
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran
pendidik memberikan keteladanan.
(3) Setiap satuan
pendidikan melakukan perencanaan
proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan
proses pembelajaran untuk terlaksananya
proses pembelajaran yang
efektif dan efisien.
Pasal 20
Perencanaan proses
pembelajaran meliputi silabus
dan rencana pelaksanaan pembelajaran
yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran,
materi ajar, metode
pengajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar.
Pasal 21
(1) Pelaksanaan proses
pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (3)
harus memperhatikan jumlah maksimal peserta
didik per kelas
dan beban mengajar maksimal per
pendidik, rasio maksimal buku
teks pelajaran setiap peserta
didik, dan rasio maksimal jumlah peserta
didik setiap pendidik.
(2) Pelaksanaan proses
pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan
menulis.
Pasal 22
(1) Penilaian hasil
pembelajaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat
(3) pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah
menggunakan berbagai teknik
penilaian sesuai dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai.
(2) Teknik
penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa tes tertulis,
observasi, tes praktek,
dan penugasan perseorangan atau
kelompok.
(3) Untuk
mata pelajaran selain
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada jenjang
pendidikan dasar dan
menengah, teknik penilaian
observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksanakan
satu kali dalam
satu semester.
Pasal 23
Pengawasan
proses pembelajaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19
ayat (3) meliputi
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan
pengambilan langkah tindak
lanjut yang diperlukan.
Pasal 24
Standar
perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran dan
pengawasan proses
pembelajaran dikembangkan oleh
BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
BAB V
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
Pasal 25
(1) Standar
kompetensi lulusan digunakan
sebagai pedoman penilaian dalam
penentuan kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan.
(2) Standar
kompetensi lulusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
meliputi kompetensi untuk
seluruh mata pelajaran atau kelompok
mata pelajaran dan
mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
(3) Kompetensi
lulusan untuk mata
pelajaran bahasa menekankan pada
kemampuan membaca dan
menulis yang sesuai dengan jenjang
pendidikan.
(4) Kompetensi
lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan.